SELAMAT DATANG

TENTANG EVI

Bismillahirohmanirohim

Saya, Evi Fatimah. Lahir di KARAWANG. Puteri ke 2 dari4 bersaudara Bpk. H. Asep Saefudin Hamidi (Pimpinan Yayasan At Taubah Kaum Karawang dan Ibu Hj. Iim Salimah. Saat ini saya siap mengemban amanat dari masyarakat Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta melalui partai kebanggaan kita semua yaitu Partai Kebangkitan Bangsa yang dalam Pemilu 2009 ada di No. urut 13.

Sedangkan saya dalam Pemilu 2009 diberikan amanat untuk No. Urut 2.

Pendidikan :
1. SDN 01 Nagasari Karawang
2. SMPN 1 Karawang
3. MA Darul Arqom Bandung
4. Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya
5. Universitas Islam As-Syafi'iyah Jakarta

Alamat :
Jl. KH Achmad Dahlan No. E/4 Karawang



05 Desember 2008

Calendar

Read More..

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA


Assalamu'alaikum wr. wb

Insya Allah, Hari Raya Kurban (Idul Adha) 10 Dzulhijjah 1429 H jatuh pada hari Senin, 8 Desember 2008. Rasulullah saw mengajarkan untuk puasa sunnah pada hari Tarwiyah dan hari Arafah, yakni pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah atau untuk tahun ini bertepatan dengan tanggal 6 dan 7 Desember 2008. Rasulullah saw juga mengajarkan untuk menyembelih kurban yang bisa kita laksanakan setelah Shalat Ied pada tanggal 8 Desember sampai dengan tanggal 11 Desember 2008.

Dengan kerendahan hati, saya sekeluarga mengucapkan Selamat Hari Raya Qurban. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita kesadaran, keikhlasan dan kekuatan untuk mampu berkorban bagi kepentingan masyarakat luas. Amin

Wassalam

Evi Fatimah dan keluarga


Read More..

Penetapan Hari Raya Idul Adha 1429H

Jakarta - Sidang isbat Departemen Agama (Depag) menetapkan Idul Adha jatuh pada Senin 8 Desember 2008. Wakil dari 27 provinsi yang melaksanakan rukiyat hilal pada Kamis 27 November 2008 tidak melihat hilal sehingga bulan Dzulqa'dah 1429 H diistikmalkan 30 hari."Pemerintah menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1429 H jatuh pada Sabtu 29 November 2008 sehingga hari Raya Idul Adha jatuh pada Senin 8 Desember 2008," ujar Dirjen Bimas Islam Depag Nasaruddin Umar di Kantor Depag, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).Nasaruddin berharap, ormas Islam menyatukan pendapat dengan Depag. Terutama bagi beberapa oknum yang merayakan hari raya 2-3 hari sebelumnya.Nasaruddin juga berharap ke depannya ormas Islam mengirimkan wakil untuk sidang isbat supaya ada persamaan metode perhitungan penentuan 1 Dzulhijjah sehingga meminimalisir perbedaan hari raya."Kami akan mempertemukan NU dan Muhammadiyah dan ormas lainnya di UIN Syarief Hidayatullah. Nanti kami akan menjembatani perbedaan," kata Nasaruddin.
Read More..

26 November 2008

Peranan Kaum Perempuan dalam Politik menurut Syariat Islam

Bagaimanakah Peranan Kaum Perempuan dalam politik menurut syariat Islam.?

Dalam Islam pada dasarnya semua manusia derajatnya sama baik laki-laki maupun perempuan. Yang membedakan adalah ketakwaan mereka. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah swt dalam al-quran

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat : 13)

Dr. Ahmad Syalabi mengumpulkan beberapa ayat untuk menegaskan bahwa islam telah menghapus diskriminasi antara laki-laki dan perempuan diantaranya:

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.” (Al-Isra : 70)

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (An-Nisa :32)

“...para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf”. (al-Baqarah : 228)

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(At-Taubah : 71)

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (Ali-Imran : 195)

Namun demikian Allah swt telah melebihkan sebagian antara laki-lai dan perempuan dalam masing-masing hal yang berbeda sesuai dengan fithrahnya. Di antaranya adalah struktur fisik masing-masing, dan hal ini juga tidak terlepas dari peranan dan tanggung jawab yang diberikan oleh sang Khaliq kepada masing-masing gender, kemudian dari peranan dan tanggung jawab tersebutlah maka terjadi perbedaan sebagian hak dan kewajiban yang diberikan oleh syariat islam. Namun hal tersebut tidaklah mengurangi kedudukan mereka di hadapan Allah swt. Bahkan bila masing-masing berjalan sesuai dengan perannya maka ganjarannya adalah setimpal. Demikian yang dikatakan oleh al-Hadits :

“Sesungguhnya Asma binti Yazid As-Sakar ra datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata “Sesungguhnya saya utusan dari sekelompok wanita muslimah di belakangku, mereka semuanya berkata dan sependapat degan perkataan dan pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada kaum pria dan wanita, maka kami beriman dan mengikutimu. Dan kami kaum wanita terbatas, banyak halangan dan penjaga rumah. Sementara kaum pria diutamakan dengan shalat jamaah, mengantar jenazah, dan jihad. Ketika mereka berjihad kami menjaga harta mereka dan mendidik anak mereka. Apakah kami bersserikat dengan mereka dalam mendapatkan pahala wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berpaling ke arah sahabat dan bersabda, “tidakkah kalian mendengar ungkapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang agama daripada wanita ini ?” Sahabat menjawab “Benar wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam” Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “pergilah wahai Asma, dan beritahukan kepada para wanita di belakang kalian bahwa kebaikan (ketaatan) salah seorang kalian kepada suaminya, mencari keridhaannya dan mengikuti apa yang dia sukai, menyamai (pahalanya) dengan semua orang yang engkau sebutkan.” ( HR Bukhari dan Muslim)

Dengan ketentuan ini sesungguhnya islam telah memuliakan wanita, belum lagi peranan mereka sebagai ibu yang sangat penting dan mulia dalam islam.

Namun demikian Dr.Yusuf Qaradhawi menemukan dalam beberapa fakta pada masa Rasulullah dan para sahabat, bahwasannya kaum wanita dapat berjuang sejajar dengan kaum pria, dari fakta ini nanti akan kita bahas bagaimana keterlibatan wanita dalam bidang politik. Beberapa fakta tersebut antara lain [3] :

  • Perempuan pada zaman dahulu ikut datang berjamaah dan shalat jumat di mesjid Rasuullah Saw. Nabi Saw memerintahkan mereka agar mengambil shaf-shaf yang terakhir, yaitu di belakang shaf laki-laki. Semakin shaff itu lebih dekat ke bagian belakang maka semain mulia karena takut kalau aurat perempuan tampak di hadapan kaum laki-laki, di saat mayoritas dahulu tidak mengenal celana dan tidak pula ada dinding atau kayu yang membatasi kaum perempuan dengan laku-laki
  • Pada awalnya laki-laki dan perempuan masuk pintu mana saja yang mereka sepakati, sehingga terkadang terjadi persimpangan antara yang masuk dan yang keluar. Nabi Saw pun bersabda “ Alangkah baiknya jika pintu ini dikhususkan untuk perempuan”. Akhirnya mereka mengkhususkan satu pintu untuk kaum perempuan, sehingga sampai sekarang dikenal dengan nama pintu perempuan (baab an-nisa’)
  • Imam Muslim meriwayatkan dari Umu Athoyah, ia berkata “ Kita dahulu diperintahkan untuk keluar pada dua hari raya, juga perempuan yang dipingit dan yang masih gadis.[6]
  • Aktivitas perempuan juga sampai pada keikutsertaannya dalam peperangan dan jihad. Di antaranya adalah untuk memberikan pelayanan kepada para tentara mujahidin dan pertolongan pertama kepada yang terluka.
  • Dari Ummi Athiyah, ia berkata, “Saya pernah berperang bgersama Rasulullah Saw, sebanyak tujuh peperangan. Saya berada di belakang mereka di perjalanan. Saya membuatkan makanan, mengobati orang-orang yang terluka dan merawat orang-orang yang sakit. (HR Muslim)
  • Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ada enam perempuan dari kalangan perempuan yang beriman dahulu ikut bersama tentara mengepung Khaibar. Mereka ikut memegang anak panah, memberi minum, dan mengobati orang yang terluka. Mereka juga bersenandung dengan syair-syair dan membantu memberi motivasi di jalan Allah. Nabi Saw, juga memberikan bagian ghanimah kepada mereka.
  • Bahkan ada riwayat yang shahih yang menjelaskan bahwa sebagian istri sahabat ikut serta dalam peperangan islam dengan membawa senjata ketika mereka diberi kesempatan untuk itu. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ummu Imarah Nasibah bintai Ka’ab pada perang Uhud, hingga Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh posisinya lebih baik daripada Fulan dan Fulan”

Dari beberapa riwayat yang dikumpulkan oleh Dr Yusuf Qardhawy tadi dapat kita lihat, bahwasannya pada generasi awal Rasulullah dalam momen tertentu terjadi dimana laku-laki dan perempuan beramal bersama-sama di medan amal yang sama. Mulai dari ibadah, menuntut ilmu, hingga peperangan. Dalam masa Rasulullah dahulu kegiatan berpolitik tidaklah seperti sekarang ini, seperti adanya pemilu, parlemen, dsb. Namun bila pemilu adalah suatu sarana untuk memberi pendapat atau kesaksian tentang kepantasan seseorang untuk menjadi pemimpin, maka sesungguhnya hal ini juga telah dilakukan oleh para shahabiyah. Sebaga contoh adalah bai’at aqobah pertama dan kedua dimana beberapa shahabiyah ikut serta pula di dalamnya.

Para ulama terdahulu berbeda pendapat masalah peranan wanita dalam jabatan peradilan dan politik. Namun beberapa ulama justru memperbolehkannya. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Yusuf Al Qaradhawy :

“Abu Hanifah memperbolehkannya jabatan peradilan dan politik bagi kaum perempuan dalam kesaksian yang dibenarkan syariat, yakni tidak menangani kasus-kasus kriminalitas. Sedang Imam Thabari dan Ibnu Hazm memperbolehkan perempuan menempati jabatan itu untuk berbagai kasus baik masalah harta, krimintalitas, maupun yang lainnya.

Kebolehannya ini tidak berarti wajib atau harus namun dilihat aspek kemaslahatannya bagi perempuan itu sendiri dan kemaslahatan bagi keluarga, masyarakat, dan Islam. Boleh sebuah kondisi menuntut diangkatnya sebagian perempuan tertentu pada usia tertentu dan pada kondisi-kondisi tertentu pula.

Perempuan dilarang menjadi Presiden atau sejenisnya karena perempuan – galibnya- tidak tahan menghadapi konflik, yang biasanya akan menjadi risiko pada jabatan ini. Saya katakan “galibnya”, karena ada saja perempuan yang justru lebih mampu dari pada lak-laki seperti Ratu Saba’ yang telah diceritakan dalam Al-Quran. Tetapi hukum tidak bisa berdasarkan pada kekecualian yang langka, melainkan harus berdasarkan pada sesuatu yang lazun berlaku. Oleh karena itu, ulama mengatakan “Yang Jarang Terjadi itu tidak bisa menjadi landasan hukum (an-naadir la hukma lah).”

Mengenai keterlibatan wanita dalam perlemen Dr.Yusuf Qaradhawy dalam Fatwa Kontemporer-nya mengaitkan fatwanya dengan fungsi pengawasan pemerintah dan pembuatan undang-undang. Bila dikaitkan dengan pengawasan, ia mengambil sebuah riwayat dimana seorang wanita dapat menatahkan gagasan Umar di dalam masjid, lalu Umar menarik pendapatnya dan menerima pendapat wanita itu seraya berkata “Wanita itu benar dan Umar Keliru”. Dan beberapa contoh lain yang semisal. Beliau mengatakan :

“Selama masih menjadi hak wanita untuk memberi nasihat dan pandangan yang benar menurut pendapatnya serta menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar sertamengatakan “ini benar dan ini salah “ –dalam kapasitasnya sebagai pribdi – maka tidak terdapat dalil syara’ yang melarangnya menjadi anggota parlemen untuk melaksanakan tugas-tugas ini.”

Dalam permasalahan membuat undang-undang bagi dewan, Dr Yusuf Qardhawy justru mengatakan ijtihad dalam syariat islam itu senantiasa terbuka pintunya bagi laki-laki dan perempuan, maka dari itu perempuan pun bisa terlibat dalam hal ini. Beliau mengambil contoh Ummul Mu’minin Aisyah yang termasuk mujtahid dan mufti wanita dari kalangan sahabat, dimana beliau sering melakukan diskusi dan sanggahan terhadap sebagian sahabat sebagaimana yang direkam dalam kitab-kitab terkenal. Atau contoh lain yang beliau ambil adalah bagaimana kaum perempuan menginspirasi Umar untuk membuat ketentuan tentang tidak bolehnya suami yang menjadi tentara meninggalkan istri lebih dari enam bulan.

Dilihat dari pertimbangan di atas jelaslah bahwa wanita dapat saja berperan dalam bidang politik, baik dalam jabatan eksekutif, legistlatif, maupun yudikatif. Terutama bila ditemukan memang tidak ada laki-laki yang dapat menggantikannya. Kecuali pada kedudukan imamah uzhma seperti khalifah, atau presiden, dan sejenisnya.

Namun demikian ada beberapa hal yang harus dijaga oleh setiap perempuan ketika memasuki amanah di ranah publik / politik yang rentan akan terjadinya fitnah, hal ini terkait dengan betapa mulianya dan pentingnya kedudukan mereka bagi orang-orang tertentu seperti anak dan suaminya, begitu pula untuk menjaga kebaikan bagi diri mereka sendiri. Beberapa hal yang harus dijaga ialah

Menjaga Fitrah dan tugas asasinya sebagai ibu rumah tangga demi mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah

Menjaga adab-adab islami seperti

  1. Ghodhdhul Bashar (Menundukkan Pandangan)
  2. Komitmen dengan pakaian syar’i (menutup aurat)
  3. Komitmen dengan adab-adab komunikasi khususnya antara ikhwan dan akhwat.
  4. Mengutamakan sifat malu yang dianjurkan dalam Islam
  5. Menghindari terjadinya khalwat
  6. hendaknya liqo (pertemuan) yang dilakukan sebatas kebutuhan dan tidak mengundang fitnah serta tidak mengabaikan tugas asasinya.
Wassalam
Read More..

30 September 2008

Mabda' Siyasi PKB

  1. Cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur sejahtera lahir dan batin, bermartabat dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain didunia, serta mampu mewujudkan suatu pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia menuju tercapainya kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, keadilan sosial dan menjamin terpenuhinya hak asasi manusia serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.
  2. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, wujud dari bangsa yang dicita-citakan itu adalah masyarakat yang terjamin hak asasi kemanusiaannya yang mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan bersumber pada hati nurani (as-shidqu), dapat dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi (al-amanah wa al-wafa-u bi al-ahdli), bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi (al-‘adalah), tolong menolong dalam kebajikan (al-ta’awun) serta konsisten menjalankan ketentuan yang telah disepakati bersama (al-istiqomah) musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syuro) yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan kedudukan setiap warga negara didepan hukum (al-musawa) adalah prinsip dasar yang harus ditegakkan.
  3. Dalam mewujudkan apa yang selalu dicita-citakan tersebut, misi utama yang dijalankan Partai Kebangkitan Bangsa adalah tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin, yang setiap warganya mampu mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaannya. Yang meliputi, terpeliharanya jiwa raga, terpenuhinya kemerdekaan, terpenuhinya hak-hak dasar manusia seperti pangan, sandang, dan papan, hak atas penghidupan/perlindungan pekerjaan, hak mendapatkan keselamatan dan bebas dari penganiayaan (hifdzu al-Nafs), terpeliharanya agama dan larangan adanya pemaksaan agama (hifdzu al-din), terpeliharanya akal dan jaminan atas kebebasan berekspresi serta berpendapat (hifdzu al-Aql), terpeliharanya keturunan, jaminan atas perlindungan masa depan generasi penerus (hifdzu al-nasl) dan terpeliharanya harta benda (hifdzu al-mal). Misi ini ditempuh dengan pendekatan amar ma’ruf nahi munkar yakni menyerukan kebajikan serta mencegah segala kemungkinan dan kenyataan yang mengandung kemunkaran.
  4. Penjabaran dari misi yang di emban guna mencapai terwujudnya masyarakat yang dicitakan tersebut tidak bisa tidak harus dicapai melalui keterlibatan penetapan kebijakan publik. Jalur kekuasaan menjadi amat penting ditempuh dalam proses mempengaruhi pembuatan kebijakan publik melalui perjuangan pemberdayaan kepada masyarakat lemah, terpinggirkan dan tertindas, memberikan rasa aman, tenteram dan terlindungi terhadap kelompok masyarakat minoritas dan membongkar sistem politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya yang memasung kedaulatan rakyat. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, upaya mengartikulasikan garis perjuangan politiknya dalam jalur kekuasaan menjadi hal yang niscaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Partai Kebangkitan Bangsa sadar dan yakin bahwa kekuasaan itu sejatinya milik Tuhan Yang Maha Esa. Kekuasaan yang ada pada diri manusia merupakan titipan dan amanat Tuhan yang dititipkan kepada manusia yang oleh manusia hanya bisa diberikan pada pihak lain yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk mengemban dan memikulnya. Keahlian memegang amanat kekuasaan itu mensaratkan kemampuan menerapkan kejujuran, keadilan dan kejuangan yang senantiasa memihak kepada pemberi amanat.
  6. Dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kekuasaan yang bersifat demikian itu harus dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dalam rangka menegakkan nilai-nilai agama yang mampu menebarkan rahmat, kedamaian dan kemaslahatan bagi semesta. Manifestasi kekuasaan itu harus dipergunakan untuk memperjuangkan pemberdayaan rakyat agar mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan lebih maslahat. Partai Kebangkitan Bangsa berketetapan bahwa kekuasaan yang hakekatnya adalah amanat itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan dan dapat dikontrol pengelolaannya oleh rakyat. Kontrol terhadap kekuasaan itu hanya mungkin dilakukan manakala kekuasaan tidak tak terbatas dan tidak memusat di satu tangan, serta berada pada mekanisme sistem yang institusionalistik, bukan bertumpu pada kekuasaan individualistik, harus selalu dibuka ruang untuk melakukan kompetisi kekuasaan dan perimbangan kekuasaan sebagai arena mengasah ide-ide perbaikan kualitas bangsa dalam arti yang sesungguhnya. Pemahaman atas hal ini tidak hanya berlaku saat memandang kekuasaan dalam tatanan kenegaraan, melainkan juga harus terefleksikan dalam tubuh internal partai.
  7. Partai Kebangkitan Bangsa menyadari bahwa sebagai suatu bangsa pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tatanan kehidupan bangsa Indonesia harus senantiasa berpijak pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut haruslah dijiwai dengan sikap mengembangkan hubungan tali persaudaraan antar sesama yang terikat dengan ikatan keagamaan (ukhuwah diniyah), kebangsaan (ukhuwah wathoniyah), dan kemanusiaan (ukhwuah insaniyah), dengan selalu menjunjung tinggi semangat akomodatif, kooperatif dan integratif, tanpa harus saling dipertentangkan antara sesuatu dengan yang lainnya.
  8. Partai Kebangkitan Bangsa bercirikan humanisme religius (insaniyah diniyah), amat peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan yang agamis, yang berwawasan kebangsaan. Menjaga dan melestarikan tradisi yang baik serta mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik untuk ditradisikan menjadi corak perjuangan yang ditempuh dengan cara-cara yang santun dan akhlak karimah. Partai adalah ladang persemaian untuk mewujudkan masyarakat beradab yang dicitakan, serta menjadi sarana dan wahana sekaligus sebagai wadah kaderisasi kepemimpinan bangsa. Partai dalam posisi ini berkehendak untuk menyerap, menampung, merumuskan, menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat guna menegakkan hak-hak rakyat dan menjamin pelaksanaan ketatanegaraan yang jujur, adil dan demokratis.
  9. Partai Kebangkitan Bangsa adalah partai terbuka dalam pengertian lintas agama, suku, ras, dan lintas golongan yang dimanestasikan dalam bentuk visi, misi, program perjuangan, keanggotaan dan kepemimpinan. Partai Kebangkitan Bangsa bersifat independen dalam pengertian menolak segala bentuk kekuasaan dari pihak manapun yang bertentangan dengan tujuan didirikannya partai.
Read More..

16 Agustus 2008

Sejarah PKB

SEJARAH PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
(www.dpp-pkb.org)

Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser keprabon sebagai akibat desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir dari diskusi terbatas, unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan lain sebagainya. Peristiwa ini menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang kemudian disebut era reformasi. Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air. Usulan yang masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan agar PBNU membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat ada 39 nama parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa.

Ada juga yang mengusulkan lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak diusulkan untuk lambang parpol adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna hijau. Ada yang mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan visi dan misi parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol, ada juga yang mengusulkan semuanya. Di antara yang usulannya paling lengkap adalah Lajnah Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa Barat. Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.

Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.

Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk menginginkan partai politik, maka pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan yang ingin membentuk parpol baru, dan membantu warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi poitik warga NU.

Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol. Pertemuan ini menghasilkan lima rancangan:

Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik, Mabda' Siyasiy, Hubungan Partai Politik dengan NU, AD/ART dan Naskah Deklarasi
Read More..