SELAMAT DATANG

TENTANG EVI

Bismillahirohmanirohim

Saya, Evi Fatimah. Lahir di KARAWANG. Puteri ke 2 dari4 bersaudara Bpk. H. Asep Saefudin Hamidi (Pimpinan Yayasan At Taubah Kaum Karawang dan Ibu Hj. Iim Salimah. Saat ini saya siap mengemban amanat dari masyarakat Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta melalui partai kebanggaan kita semua yaitu Partai Kebangkitan Bangsa yang dalam Pemilu 2009 ada di No. urut 13.

Sedangkan saya dalam Pemilu 2009 diberikan amanat untuk No. Urut 2.

Pendidikan :
1. SDN 01 Nagasari Karawang
2. SMPN 1 Karawang
3. MA Darul Arqom Bandung
4. Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya
5. Universitas Islam As-Syafi'iyah Jakarta

Alamat :
Jl. KH Achmad Dahlan No. E/4 Karawang



01 Januari 2009

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Suara Terbanyak


Sudah pasti ada pihak yang merasa dirugikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan perolehan suara terbanyak sebagai cara penentuan anggota legislatif hasil Pemilu 2009. Semoga saja putusan emas itu tidak direvisi di kemudian hari.“Teman-teman yang belum cocok boleh protes, boleh bermanuver. Tapi demi pelaksanaan demokrasi sebaiknya kita taati MK. Mudah-mudahan tidak direvisi lagi, tidak perlu bongkar sama sekali,” harap Amien Rais, di Gedung JMC, Jl Kebon Sirih, Jakarta (24/12).Menurut mantan ketua MPR ini, putusan MK atas judicial review UU Pemilu merupakan koreksi total terhadap jajaran legislatif yang menyusun produk hukum bersangkutan. Sedari awal penggunaan nomor urut untuk penetapan calog legislator terpilih merupakan pembodohan terhadap rakyat dan demokrasi.“Ini pelajaran untuk DPR yang membuat UU konyol itu,” tegasnya.Sesuai jiwa dan semangat demokrasi, maka sudah seharusnya penetapan calon legislator terpilih didasarkan pada jumlah perolehan suara terbanyak masing-masing kontestan. Oleh karena itu Amien menyebut putusan MK kemarin petang sebagai putusan emas.“Pak Mahfud (Ketua MK Mahfud MD) perlu mendapat medali di atas emas, yaitu medali platinum,” imbuh pendiri PAN ini.JK MENDUKUNGKetua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan perolehan suara terbanyak sebagai cara penentuan anggota legislatif hasil Pemilu 2009. Sedari awal sistem itulah yang diadopsi oleh Golkar.“Sedari awal Golkar mengusung sistem suara terbanyak. Tidak berubah lagi,” kata JK pada wartawan yang mencegatnya di Kantor Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (24/12).Terkait dengan putusan MK ini pula, maka pernyataan kesediaan para caleg untuk mundur bila jumlah perolehan suaranya kalah dengan caleg di urutan di bawahnya tidak berlaku lagi. Sebab putusan MK lebih kuat dan punya ketetapan kuat serta mengikat semua pihak.“Ya sudah tetap suara terbanyak, hanya satu ini,” jawab JK ditanya tetang komitmen caleg siap mundur itu.Wiranto: Putusan MK Kemenangan Bagi RakyatMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon legislatif akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Keputusan tersebut dinilai sebagai kemenangan bagi rakyat.“Keputusan MK itu kemenangan bagi rakyat,” ujar Ketua Umum Partai Hanura Wiranto di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (23/12).Keputusan MK, itu lanjut Wirano patut disyukuri. “MK benar-benar menghormati hak rakyat,” imbuhnya.MK telah mengabulkan permohonan uji materi UU 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum pasal 214 huruf a, b, c, d, e mengenai sistem nomor urut, dengan demikian penentuan calon legislatif harus mengacu pada putusan MK dengan menggunakan suara terbanyak.Hanura DukungPartai Hanura menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal calon anggota legislatif (caleg) yang berhak menjadi anggota DPR/DPRD adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut.“Hanura mendukung dan menyambut baik. Memang seharusnya fair, adil dan demokratis. Mana ada di seluruh dunia pemilu legislatif yang berdasarkan nomor urut,” ujar Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazier di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/12).Selama ini, lanjut Fuad, rakyat telah tertipu oleh sistem pemilu yang berdasarkan nomor urut. “Kalau kita pakai nomor urut, jujur saja kita menipu rakyat,” kata pria keturunan Arab ini.Fuad menjelaskan, selama ini partai yang menentukan caleg dan menjualnya ke rakyat. “Apabila rakyat pilih nomor tiga, tetap yang pasti jadi nomor satu. Jadi partai egois. Partai yang menentukan caleg dan partai juga yang menentukan urutannya,” cetusnya.Mengenai kekhawatiran hanya orang yang terkenal saja yang akan terpilih jika sistem suara terbanyak ini digunakan, Fuad punya solusi. “Itu kan ada solusinya, jangan dicalegin dong orang itu kalau tidak memenuhi persyaratan menjadi anggota Dewan,” usulnya.Mantan Menkeu ini menambahkan, sistem suara terbanyak ini bisa mengikis jual beli nomor urut. Namun tidak bisa menghalangi politik uang.“Kalau politik uang pasti ada. Kalau masalah serangan fajar, mau pakai nomor urut atau suara terbanyak pasti ada,” pungkasnya.PDIP Pasrah Putusan MK Soal Caleg Suara TerbanyakPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan mekanisme suara terbanyak dalam penetapan caleg ternyata tidak menjadi masalah buat PDIP. Partai yang sebelumnya menggunakan mekanisme nomor urut ini mengaku pasrah dengan putusan tersebut.“Apa pun putusan MK itu, suka atau tidak suka harus kita terima. Karena putusan MK final, mengikat dan tidak ada upaya hukum atasnya,” ujar Sekretaris FPDIP DPR Ganjar Pranowo saat dihubungi detikcom, Rabu (24/12).PDIP, lanjut Ganjar, sudah siap dari awal menerima apa pun yang akan diputuskan MK. Putusan MK ini membuat para caleg yang sebelumnya merasa ‘aman’ dengan nomor urut jadi, menjadi harus bekerja keras meraih suara konstituen.“Ketua umum kami juga selalu menganjurkan tiga hal dalam kampanye. Pertama turun, kedua turun, ketiga turun ke konstituen,” ucap Ganjar mengutip Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.“Ini menandakan kita akan memasuki liberal, di mana persaingan tidak hanya antarpartai, tetapi juga antarcaleg,” tandasnya.Putusan MK yang dibacakan Selasa 23 Desember 2008, membatalkan pasal 214 UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang memuat standar ganda dalam penetapan caleg. MK pun menetapkan suara terbanyak sebagai mekanisme tunggal.Cermati Putusan MK, PDIP Gelar RapatMeskipun mengaku pasrah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersiat final dan mengikat, namun PDIP tetap akan mencermati putusan lembaga pengawal konstitusi tersebut. PDIP pun akan mengadakan rapat.“Partai kami akan secepatnya rapat untuk mengambil mencermati keputusan MK,” ujar Ketua FPDIP DPR Tjahjo Kumolo kepada detikcom, Rabu (24/12).Secara pribadi Tjahjo pun mempertanyakan keputusan MK yang tidak hanya memangkas pasal pasal 214 UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, tetapi juga turut menentukan mekanisme baru penetapan caleg yaitu dengan suara terbanyak.“Apakah MK mempunyai kewenangan menentukan sistem pemilu? Dengan demikian menurut saya keputusan MK sudah menjungkirbalikkan mekanisme sistem proporsional dalam pemilu sebagaimana UU yang sudah diputuskan,” tanyanya.Berdasarkan UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif sistem pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional (terbuka), bukan sistem distrik. Pada sistem distrik, setiap daerah pemilihan (distrik) hanya ada satu wakil terpilih berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan pada sistem proporsional, setiap daerah pemilih (wilayah) punya beberapa wakil yang dipilih secara proporsional.“Keputusan DPR dan pemerintah yang menentukan UU pemilu belum menetapkan sistem distrik murni di mana ada kedaulatan rakyat,” ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP ini.Tjahjo menilai, ketentuan penerapan mekanisme suara terbanyak lebih baik ditetapkan oleh internal partai masing-masing. Bukan lewat undang-undang.“Kebijakan masing-masing partai bebas untuk menetapkan sistem yang mana yang dipakai, silakan saja. Pemilih dan kedaulatan partai yang menetapkan calegnya harusnya kedua-duanya harus dihormati,” tegasnya.Putusan MK Garansi Bagi Caleg BaruPutusan MK yang menetapkan perolehan suara terbanyak sebagai cara penentuan anggota legislatif hasil Pemilu 2009, dinilai memperbesar peluang kemenangan caleg bertahan yang sudah punya basis massa. Tapi bukan berarti caleg pendatang baru surut langkah.Di satu sisi produk hukum hasil judicial review UU Pemilu itu memberi ketenangan bagi caleg baru. Sebab kini semacam jaminan hukum bagi mereka kelak menuntut hak konstitusinya kepada parpol dan para seniornya.“Saya menjadi lebih tenang. Artinya tidak ada lagi peluang untuk mereka (caleg nomor urut jadi) yang menolak mundur jika tidak mendapat suara terbanyak dan menggugat kebijakan partai,” ujar Meutya Hafid, caleg DPR RI dari Partai Golklar untuk Dapil Sumut I, Rabu (24/12).Penggunaan sistem suara terbanyak memberi kesempatan fair terhadap caleg yang benar-benar mendapat apresiasi dan menjadi pilihan rakyat. Terutama pada caleg perempuan yang selama ini dijatah nomer urut ’sepatu’ karena memang dipasang parpol sekedar memenuhi kuato keterwakilan 30 persen wanita.“Jadi kita punya kesempatan sama besar dengan senior partai jika memang memiliki kompetensi dan kepercayaan masyarakat,” tambah mantan jurnalis ini.Optimisme serupa juga disampaikan Ramadhan Pohan, caleg DPR RI dari Partai Demokrat untuk Dapil Jatim VII. Menurutnya putusan MK itu justru merupakan ancaman serius bagi para caleg bertahan yang pemalas dan buruk rekam jejaknya.Terlebih bila caleg tersebut tidak pernah menjalin silahturahmi langsung dengan konstituen di daerah yang diwakilinya.“Nomor urut kini tinggal identitas dan tak sakti lagi seperti Pemilu 2004. Caleg new comer atau caleg bertahan, sama saja. Mereka yang ogah-ogahan tidak akan dipilih rakyat. Ini tantangan,” ujar caleg yang mengaku sudah enam kali terjun langsung ke daerah pemilihannya.Effendi Simbolon: Putusan MK Sarat Muatan PolitisDitetapkannya suara terbanyak sebagai cara penentuan anggota legislatif hasil Pemilu 2009 dinilai sarat muatan politis. Calon Legislatif nomor urut 1 dari PDIP untuk daerah pemilihan (dapil) Jakarta III Effendi Simbolon menduga ada permainan politis di balik putusan MK.“Saya mensinyalir ada muatan-muatan politis yang dibarengi suatu deal-deal politik yang dilakukan oleh para penguasa,” ucap Effendi kepada detikcom, Rabu (24/12).Effendi menjelaskan, putusan MK tersebut tidak lepas dari campur tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bagi Effendi, putusan tersebut membuktikan MK sudah tidak independen lagi.“MK sudah masuk dalam skenario mereka,” cetus Ketua Pansus Orang Hilang DPR itu.Menurut Effendi, penentuan caleg berdasarkan nomor urut berdasar UU Pilpres sudah sesuai dengan amanah UUD. Oleh karenanya ia melihat era kepemimpinan SBY-JK sudah mengkhianati tatanan demokrasi Indonesia.“Kalau kita sepakat dengan rumusan-rumusan yang baru, jangan kemudian mementahkan proses yang sedang berjalan, jika putusan ini benar karena pengaruh SBY-JK maka mereka telah melakukan deparpolisasi,” tandasnya. (Detikcom/m)

Tidak ada komentar: